Sunday, October 2, 2016

Perkembangan Ilmu Pengetahuan di masa Prapositivisme, Positivisme, dan Postpositivisme

Prapositvisme

            Prapositivisme merupaakan aliran yang berkembang secara alamiah, metode penelitian deskriptif kualitatif dan peneliti tidak aktif dalam menggambarkan apa yang menjadi objek pengamatan.
Tiap penelitian berpegang pada paradigma masing-masing. Semula manusia melihat bahwa segala yang terjadi bersifat alami, riset bersifat tidak aktif sehingga hanya member arti dari segala korelasi tanpa adanya keinginan untuk merubahnya.

             Prapositivisme dimulai dari era Aristoteles (384-322 SM) hingga David Hume (1711-1776) . Aristoteles ialah seorang filsuf, saintis, ahli pendidikan sekaligus salah satu ahli piker yang berpengaruh di Barat. Arsitoteles berpendapat bahwa manusia merupakan pengamat pasif dikarenakan semua hal yang bersifat fisik terjadi secara alamiah, dan untuk memperoleh pengetahuan manusia menggunakan logika.

            Logika merupakan ilmu yang menjelaskan alat untuk menemukan kebenaran. Metodologii penelitian juga termasuk bagan dari logika bila disusun secara sistematik.

Logika terdiri dari 5 jenis, diantaranya:
1.    Logika formal asristoteles
2.    Logika matematik dedutif
3.    Logika matematik induktif
4.    Logika matematik probabilistic
5.    Logika reflektif

            Pada faham prapositivisme, logika Aristoteles sebagai metode ilmiah tidak banyak menglami perubahan, meskipun para penerusnya mengadakan trobosan yang bertujuan mengembangkan metode ini.

Positivisme

Positivisme merupakan suatu pendekatan ilmiah yang bersifat objektif sehingga fakta tersebut dapat diverifikasi kebenarannya dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Positivisme merupakan empirisme yang dalam segi-segi  tertentu sampai kepada kesimpulan logis   ekstrim   karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi yang dapat menjadi pengaruh.

Postivisme pada hakikatnya merupakan ajaran sosial atau pandangan dunia, yang menganggap mungkin bahwa masyarakat yang lebih baik itu dapat dibentuk. Ilmu pengetahuan, dalam pandangan Comte, patut menjadi pemimpin dalam usaha ini. para pengikut positivisme logis menganut kayakinan ini. hal ini tercermin dalam pemakaian kata 'positivisme' dalam nama aliran filsafat ilmu pengetahuan.
Aguste Comte merupakan pelopor paham positivism, ia memaparkan Ilmu pengetahuan terbagi menjadi tiga tahap perkembangan intelektual manusia, yaitu
1.    tahap teologis (theological),
2.    tahap metafisis (metaphysical), dan
3.    tahap positif (positivistic)

Tahap teologis berkembang sebelum tahun 1300 M dimana manusia menafsirkan semua kejadian dan fenomena yang terjadi di alam karena adanya kekuatan supranatural roh dewa-dewa atau tuhan.
Tahap metafisis terjadi pada tahun 1300-1800. Pada tahap ini manusia telah menghubungkan pengetahuan dengan kenyataan, akan tetapi manusia masih belum dapat mengetahui sebab-akibat fenomena tersebut.

Tahap ketiga adalah tahap positif yang dimulai pada tahun 1800. Manusia telah mampu berfikir dan mampu menjelaskan suatu fenomena secara ilmiah sehingga dapat diverifikasi kebenaran hal tersebut.

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran adalah hal yang logis terdapat bukti empiris yang terukur. Faham ini telah disetujui dalam upaya mengatur manusia dan alam, dan berkata bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang valid. Sehingga segala sesuatu keberadaan kekuatan atau subyek dibelakang fakta adalah bertentangan dengan positivisme.

Objektivitas merupakan persyaratan dasar pengetahuan yang menjadi landasan pendekatan positivisme. Oleh karena itu, tahap perkembangan teologis dan metafisis dianggap kurang rasional dan kurang teruji. Penelitan menggunakan pendekatan positivisme mencakup pendekatan sistematis dalam mengumpukan data empiris dengan tujuan untuk mengetahui fenomena alam yang terjadi secara ilmiah dan logis
.
Positivisme menekankan bahwa pengetahuan tidak boleh melebihi fakta, artinya harus terbukti melalui pengamatan sistematis dan berlandaskan teori-teori yang mengikuti hipotesis dan dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang diperoleh berdasarkan observasi. Selain itu, pengetahuan ilmiah harus dapat digunakan sepanjang waktu, oleh karenanya ilmu pengetahuan dapat berkembang dari waktu ke waktu.

Penelitian menggunakan metode positivime mengharuskan adanya pemisahan objek penelitian dengan subjek agar dapat menghasilkan fakta yang objektif. Kebenaran fakta tersebut diperoleh melalui hukum dan hubungan antarvariabel yang diteliti, sehingga peneliti memberikan prediksi awal berupa hipotesis untuk dapat membangun suatu teori ilmiah.

Penelitian menggunakan metode pendekatan positivisme memiliki ciri-ciri sebagai berkut:

1.  Objektivitas lebih ditekankan dan tidak dipengaruhi ruang dan waktu,
2.  Variabel yang dipilih diinterpretasikan dalam bentuk kuantitas angka,
3.  Terdapat pemisahan antara subjek dan objek yang diteliti sehingga variabel yang diteliti tidak dipengaruhi oleh apapun dan dapat menghasilkan hasil penelitian yang objektif, serta
4.  Jawaban permasalahan yang diteliti dicari menggunakan metode statistik.


Postpositivisme

a.    Definisi Postpositivisme

            Postpositivisme merupakan aliran yang tercipta dengan tujuan mereparasi segala bentuk kekurangan dan kelemahan pada aliran positivisme. Postpositivisme meyakini bahwa kenyataan kehidupan berkoordinat pada hukum alam, dimana segala sesuatu yang dilakukan memiliki korelasi baik maupun buruk.  Akan tetapi postpositivisme berargumen jika kebenaran tidak mungkin diperoleh manusia apabila setiap perilaku manusia yang diperbuat memiliki jarak tersendiri atau dalam kata lain manusia tersebut tidak terlibat langsung dalam kenyataannya.

            Maka dari ini faham postpositivisme menyatakan tindakan langsung dan nyatalah yang akan memperoleh kebenaran yang diinginkan. Korelasi antara perilaku manusia dalam aktifitas pemikiran dan tindakan dengan kenyataan harus interaktif, melandasi prinsip trianggulasi dalam penggunaan metode, data, sumber data dan lainnya.

            Post positivisme dalam realisasinya hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, aliran positivisme bertujuan mereparasi kelemahan dan kekurangan pada positivisme. Paradigma ini sangat meyakini hukum alam dalam realitasnya sehingga percobaan melalui observasi tidak akan memenuhi kebenaran tanpa dilandasi metode triangulation, sumber data, peneliti dan teori.

            Postpositivisme yang ditokohi Karl  R.  Popper,  Thomas  Kuhn,  para  filsuf  mazhab  Frankfurt (Feyerabend,  Richard  Rotry) menentang faham positivisme. Postpositivisme berpendapat bahwa tidak mungkin menyamaratakan ilmu manusia dengan ilmu alam, dengan alasan perilaku manusia tidak bisa diperkirakan dengan penjelasan yang bersifat mutlak, perilaku manusia ialah berubah-ubah.

b.    Asumsi-Asumsi Postpositivisme

            Postpositivisme memiliki anggapan dalam kebenarannya, terdapat 7 asumsi postpositivisme,             diantaranya:

1.    Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori.
2.    Falibilitas  Teori,  tidak  satupun  teori  yang  dapat  sepenuhnya  dijelaskan  dengan  bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
3.    Fakta tidak bebas, melainkan penuh dengan nilai.
4.    Interaksi  antara  subjek  dan  objek  penelitian.  Hasil  penelitian  bukanlah  reportase  objektif, melainkan  hasil  interaksi  manusia  dan  semesta  yang  penuh  dengan  persoalan  dan  senantiasa berubah.
5.    Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
6.    Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal, melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan.
7.    Fokus kajian post-positivisme adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan

            Terdapat empat pertanyaan dasar yang memberikan gambaran tentang posisi aliran post-positivisme dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan, yaitu:

1.    Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-paradigma ilmu yang lain?
2.    Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang sudah sangat tua dan usang?
3.    Banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme.
4.    Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas?


Sumber:
bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/kul1ppt.pd
zacoeb.lecture.ub.ac.id/files/.../MG2-Pendahuluan.pdf




No comments:

Post a Comment